Jumat, 04 Februari 2011

Adab Bergaul dengan Lawan Jenis

E-mailCetakPDF
Dilahirkan sebagai seorang wanita adalah anugerah yang sangat indah dari Allah Ta’ala. Sebuah anugerah yang tidak dimiliki oleh seorang pria.Terlebih anugerah itu bertambah menjadi muslimah yang mukminah yaitu wanita muslimah yang beriman kepada Allah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” (HR. Muslim)
Menjadi wanita muslimah yang beriman kepada Allah tentu tidak mudah,karena banyak sekali godaan-godan dalam mencapainya. Dikarenakan  balasan yang Allah janjikan pun tidak terbandingkan dan semua wanita pun menginginkannya. Godaan-godaan untuk menjadi wanita shalihah sering kali datang dan menggebu-gebu saat kita menginjak usia remaja,di mana masa puberitas seorang wanita ada di masa ini. Bukan hal yang mudah pula bagi remaja muslim dalam melewati masa ini, namun sungguh sangat indah bagi para remaja yang bisa dikatakan lulus dalam melewati masa pubertas yang penuh godaan ini.

Salah satu godaan yang amat besar pada usia remaja adalah “rasa ketertarikan terhadap lawan jenis”. Memang, rasa tertarik terhadap lawan jenis adalah fitrah manusia, baik wanita atau lelaki. Namun kalau kita tidak bisa memenej perasaan tersebut,maka akan menjadi mala petaka yang amat besar,baik untuk diri sendiri ataupun untuk orang yang kita sukai. Sudah Allah tunjukkan dalam sebuah hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim)

Sebagai wanita muslimah kita harus yakin bahwa kehormatan kita harus dijaga dan dirawat, terlebih ketika berkomunikasi atau bergaul dengan lawan jenis agar tidak ada mudhorot (bahaya) atau bahkan fitnah. Di bawah ini akan kami ungkapkan adab-adab bergaul  dengan lawan jenis. Di antaranya:

Pertama: Dilarang untuk berkholwat (berdua-duan)
TTM, teman tapi mesra, kemana-mana bareng, ke kantin bareng, berangkat sekolah bareng, pulang sekolah bareng. Hal ini merupakan gambaran remaja umumnya saat ini,di mana batas-batas pergaulan di sekolah umum sudah sangat tidak wajar dan melanggar prinsip Islam. Namun tidak mengapa kita sekolah di sekolah umum jika tetap bisa menjaga adb-adab bergaul dengan lawan jenis. Jika ada seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan maka yang ketiga sebagai pendampingnya adalah setan.
Dari ‘Umar bin Al Khottob, ia berkhutbah di hadapan manusia di Jabiyah (suatu perkampungan di Damaskus), lalu ia membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا
Janganlah salah seorang diantara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya, maka barangsiap yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya maka dia adalah seorang yang mukmin." (HR. Ahmad, sanad hadits ini shahih)
Daripada setan yang menemani kita lebih baik malaikat bukan? Ngaji,membaca Al Quran dan memahami artinya serta menuntut ilmu agama InsyaAllah malaikatlah yang akan mendampingi kita.Tentu sebagai wanita yang cerdas, kita akan lebih memilih untuk didampingi oleh malaikat.

Kedua: Menundukkan pandangan
Pandangan laki-laki terhadap perempuan atau sebaliknya adalah termasuk panah-panah setan. Kalau cuma sekilas saja atau spontanitas atau tidak sengaja maka tidak menjadi masalah pandangan mata tersebut, pandangan pertama yang tidak sengaja diperbolehkan namun selanjutnya adalah haram.Ketika melihat lawan jenis,maka cepatlah kita tundukkan pandangan itu, sebelum iblis memasuki atau mempengaruhi pikiran dan hati kita. Segera  mohon pertolongan kepada Allah agar kita tidak mengulangi pandangan itu.
Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
"Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengenai pandangan yang tidak di sengaja. Maka beliau memerintahkanku supaya memalingkan pandanganku." (HR. Muslim)

Ketiga: Jaga aurat terhadap lawan jenis
Jagalah aurat kita dari pandangan laki-laki yang bukan mahramnya. Maksudnya mahram di sini adalah laki-laki yang haram untuk menikahi kita. Yang tidak termasuk mahram seperti teman sekolah, teman bermain, teman pena bahkan teman dekat pun kalau dia bukan mahram kita, maka kita wajib menutup aurat kita dengan sempurna. Maksud sempurna di sini yaitu kita menggunakan jilbab yang menjulur ke seluruh  tubuh kita dan menutupi dada. Kain yang dimaksud pun adalah kain yang disyariatkan, misal kainnya tidak boleh tipis, tidak boleh sempit, dan tidak membentuk lekuk tubuh kita. Adapun yang bukan termasuk aurat dari seorang wanita adalah kedua telapak tangan dan muka atau wajah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
"Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki." (HR. Tirmidzi, shahih)

Keempat: Tidak boleh ikhtilat (campur baur antara wanita dan pria)
Ikhtilat itu adalah campur baurnya seorang wanita dengan laki-laki di satu tempat tanpa ada hijab. Di mana ketika tidak ada hijab atau kain pembatas masing-masing wanita atau lelaki tersebut bisa melihat lawan jenis dengan sangat mudah dan sesuka hatinya. Tentu kita sebagai wanita muslimah tidak mau dijadikan obyek pandangan oleh banyak laki-laki bukan? Oleh karena itu kita harus menundukkan pandangan,demikian pun yang laki-laki mempunyai kewajiban yang sama untuk menundukkan pandangannya terhadap wanita yang bukan mahramnya, karena ini adalah perintah Allah dalam Al Qur’an dan akan menjadi berdosa bila kita tidak mentaatinya.

Kelima: Menjaga kemaluan
Menjaga kemaluan juga bukan hal yang mudah,karena dewasa ini banyak sekali remaja yamng terjebak ke dalam pergaulan dan seks bebas. Sebagai muslim kita wajib tahu bagaimana caranya menjaga kemaluan. Caranya antara lain dengan tidak melihat gambar-gambar yang senonoh atau membangkitkan nafsu syahwat, tidak terlalu sering membaca atau menonton kisah-kisah percintaan, tidak terlalu sering berbicara atau berkomunikasi dengan lawan jenis, baik bicara langsung (tatap muka) ataupun melalui telepon, SMS, chatting, YM dan media komunikasi lainnya.
Sudah selayaknya sebagai seorang muslim-muslimah baik remaja atau dewasa, kita mempunyai niat yang sungguh-sungguh untuk mematuhi adab-adab bergaul dengan lawan jenis tersebut. Semoga Allah memudahkan usaha kita. Amin.

SUMBER :http://remajaislam.com/gaya-muda/cinta/38-adab-bergaul-dengan-lawan-jenis.html

Kejelekan Selalu Menggelisahkan Hati

E-mailCetakPDF
Kebaikan selalu menentramkan jiwa dan kejelekan selalu menggelisahkan jiwa. Itulah realita yang ada pada umumnya manusia.
Dari cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Al Hasan bin ‘Ali, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tinggalkanlah yang meragukanmu dan beralihlah pada apa yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu) akan menggelisahkan jiwa.” (HR. Tirmidzi no. 2518 dan Ahmad 1/200, shahih) Dalam lafazh lain disebutkan, “Kebaikan selalu mendatangkan ketenangan, sedangkan kejelekan selalu mendatangkan kegelisahan.” (HR. Al Hakim 2/51, shahih)
Dalam hadits lainnya, dari Nawas bin Sam’an, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kebaikan adalah dengan berakhlak yang mulia. Sedangkan kejelekan (dosa) adalah sesuatu yang menggelisahkan jiwa. Ketika kejelekan tersebut dilakukan, tentu engkau tidak suka hal itu nampak di tengah-tengah manusia.” (HR. Muslim no. 2553). An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Dosa selalu menggelisahkan dan tidak menenangkan bagi jiwa. Di hati pun akan tampak tidak tenang dan selalu khawatir akan dosa.” (Syarh Muslim, 16/111)

Sampai-sampai jika seseorang dalam keadaan bingung, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan menanyakan pada hatinya, apakah perbuatan tersebut termasuk dosa ataukah tidak. Ini terjadi tatkala hati dalam keadaan gundah gulana dan belum menemukan bagaimanakah hukum suatu masalah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menasehatkan pada Wabishoh, “Mintalah fatwa pada jiwamu. Mintalah fatwa pada hatimu (beliau mengatakannya sampai tiga kali). Kebaikan adalah sesuatu yang menenangkan jiwa dan menentramkan hati. Sedangkan kejelekan (dosa) selalu menggelisahkan jiwa dan menggoncangkan hati.” (HR. Ad Darimi 2/320 dan Ahmad 4/228, hasan lighoirihi)

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah menjelaskan, “Hadits Wabishoh dan yang semakna dengannya menunjukkan agar kita selalu merujuk pada hati ketika ada sesuatu yang merasa ragu. Jika jiwa dan hati begitu tenang, itu adalah suatu kebaikan dan halal. Namun jika hati dalam keadaan gelisah, maka itu berarti termasuk suatu dosa atau keharaman” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 304). Ingatlah bahwasanya hadits Wabishoh dimaksudkan untuk perbuatan yang belum jelas halal atau haram, termasuk dosa ataukah bukan. Sedangkan jika sesuatu sudah jelas halal dan haramnya, maka tidak perlu lagi merujuk pada hati.
Demikianlah yang namanya dosa, selalu menggelisahkan jiwa, membuat hidup tidak tenang. Jika seseorang mencuri, menipu, berbuat kecurangan, korupsi, melakukan dosa besar bahkan melakukan suatu kesyirikan, jiwanya sungguh sulit untuk tenang.

Lantas bagaimana jika ada yang melakukan dosa malah hatinya begitu tentram-tentram saja? Jawabannya, bukan perbuatan dosa atau maksiat dibenarkan. Yang benar adalah itulah keadaan hati yang penuh kekotoran, yang telah tertutupi dengan noda hitam karena tidak kunjung berhenti dari maksiat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al Muthoffifin: 14). Jika hati terus tertutupi karena maksiat, maka sungguh sulit mendapatkan petunjuk dan melakukan kebaikan. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Jika hati sudah semakin gelap, maka amat sulit untuk mengenal petunjuk kebenaran” (Ad Daa’ wad Dawaa’, hal. 107).
Allahumma inni as-aluka fi’lal khoiroot, wa tarkal munkaroot. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk mudah melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan berbagai kemungkaran (HR. Tirmidzi no. 3233, shahih). (*)
sumber: http://remajaislam.com/islam-dasar/menata-hati/82-kejelekan-selalu-menggelisahkan-hati.html

Hati-Hati dengan Lisanmu


Saudaraku, seringkali lisan ini tergelincir mengucapkan kata-kata kotor, mencela orang lain, membicarakan orang lain padahal dia tidak senang untuk diceritakan, bahkan seringkali lisan ini mengucapkan kata-kata yang mengandung kesyirikan dan kekufuran.
Harusnya setiap muslim mengoreksi diri dalam setiap tingkah lakunya, apalagi dalam perkara lisannya, yang begitu enteng mengucapkan sesuatu karena keluar dari lidah yang tak bertulang.


Ingatlah saudaraku, setiap yang kita ucapkan, mencakup perkataan yang baik, yang buruk juga yang sia-sia akan selalu dicatat oleh malaikat yang setiap saat mengawasi kita. Seharusnya kita selalu merenungkan ayat berikut agar tidak serampangan mengeluarkan kata-kata dari lisan ini. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50] : 18). Ucapan dalam ayat ini bersifat umum. Oleh karena itu, bukan perkataan yang baik dan buruk saja yang akan dicatat oleh malaikat, tetapi termasuk juga kata-kata yang tidak bermanfaat atau sia-sia. (Lihat Tafsir Syaikh Ibnu Utsaimin pada Surat Qaaf)
Kita dapat melihat contoh ulama yang selalu menjaga lisannya bahkan sampai dalam keadaan sakit. Imam Ahmad pernah didatangi oleh seseorang dan beliau dalam keadaan sakit. Kemudian beliau merintih karena sakit yang dideritanya. Lalu ada yang berkata kepadanya (yaitu Thowus, seorang tabi’in yang terkenal), “Sesungguhnya rintihan sakit juga dicatat (oleh malaikat).” Setelah mendengar nasehat itu, Imam Ahmad langsung diam, tidak merintih. Beliau takut jika merintih sakit, rintihannya tersebut akan dicatat oleh malaikat. (Silsilah Liqo’at Al Bab Al Maftuh, 11/5)
Lihatlah saudaraku, bentuk rintihan seperti ini saja dicatat oleh malaikat, apalagi ketergelinciran lisan yang lebih dari itu.
Ibnu Mas'ud mengatakan, "Tidak ada yang lebih pantas dipenjara dalam waktu yang lama melainkan lisanku ini." (Mukhtashor Minhajil Qoshidin, hal. 165, Maktabah Darul Bayan)

Di Antara Ketergilincaran Lisan
[Pertama] Mencela Makhluk yang Tidak Dapat Berbuat Apa-apa
Misalnya dengan mengatakan, ‘Bencana ini bisa terjadi karena bulan ini adalah bulan Suro’ atau mengatakan ‘Sialan!Gara-gara angin ribut ini, kita gagal panen’ atau dengan mengatakan pula, ‘Aduh!! hujan lagi, hujan lagi’.
Lidah ini begitu mudah mengucapkan perkataan seperti ini. Padahal makhluk yang kita cela tersebut tidak mampu berbuat apa-apa kecuali atas kehendak Allah. Mencaci waktu, angin, dan hujan, pada dasarnya telah mencaci, mengganggu dan menyakiti yang telah menciptakan dan mengatur mereka yaitu Allah Ta’ala.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta'ala berfirman, ‘Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa. Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.” (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,”Janganlah kamu mencaci maki angin.” (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan hasan shohih)

[Kedua] Seringnya Berdusta
Hal ini juga sering dilakukan oleh kita saat ini. Dalam mu’amalah saja seringkali seperti itu. Hanya ingin mendapat untung yang besar, seorang tukang bangunan rela berdusta. Harga semennya sebenarnya 30 ribu, namun tukang tersebut mengatakan pada juragannya bahwa harganya 40 ribu.
Begitu juga dalam mendidik anak, seringkali juga muncul perkataan dusta. Ketika seorang anak merengek, menangis terus-terusan. Untuk mendiamkannya, sang Ibu spontan mengatakan, “Iya, iya, nanti Mama akan belikan coklat di warung. Sekarang jangan nangis lagi.” Setelah anaknya diam, ibunya malah tidak memberikan dia apa-apa. Kelakuan ibu ini juga secara tidak langsung telah mengajarkan anaknya untuk berdusta. Jadi jangan salahkan anaknya, jika dewasa nanti, anaknya malah yang sering membohongi orang tuanya.
Saudaraku, bentuk pertama dan kedua ini sama-sama berkata dusta. Ingatlah bahwa perbuatan semacam ini termasuk ciri-ciri kemunafikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tanda orang munafik itu ada tiga : jika berkata, dia dusta; jika berjanji, dia menyelisinya; dan jika diberi amanat, dia berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah di antara dua bentuk ketergelinciran lisan dan masih banyak sekali bentuk yang lainnya.

Berpikirlah Sebelum Berucap
Hendaklah seseorang berpikir dulu sebelum berbicara. Siapa tahu karena lisannya, dia akan dilempar ke neraka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh dari pada jarak antara timur dan barat.” (HR. Muslim)
Ulama besar Syafi’iyyah, An Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim tatkala menjelaskan hadits ini mengatakan, ”Ini merupakan dalil yang mendorong setiap orang agar selalu menjaga lisannya sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, ‘Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah.’ (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, selayaknya setiap orang yang berbicara dengan suatu perkataan atau kalimat, hendaknya merenungkan dalam dirinya sebelum berucap. Jika memang ada manfaatnya, maka dia baru berbicara. Namun jika tidak, hendaklah dia menahan lisannya.”
Itulah manusia, dia menganggap perkataannya seperti itu tidak apa-apa, namun di sisi Allah itu adalah suatu perkara yang bukan sepele. Allah Ta’ala berfirman, “Kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (QS. An Nur [24] : 15)
Dalam Tafsir Al Jalalain dikatakan bahwa orang-orang biasa menganggap perkara ini ringan. Namun, di sisi Allah perkara ini dosanya amatlah besar.

Dengan Lisan, Seseorang Bisa Ditinggikan Derajatnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dia pikirkan lalu Allah mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu.” (HR. Bukhari)
Ketinggian derajat di sini bisa diperoleh jika lisan selalu diarahkan pada perkara kebaikan, di antaranya dengan berdo’a, membaca Al Qur’an, berdakwah di jalan Allah, mengajarkan orang lain di majelis ilmu dan lain sebagainya. Atau dengan kata lain, ketinggian derajat tersebut bisa diperoleh dengan mengarahkan lisan pada perkara-perkara yang Allah ridhoi. (Lihat Nashihatu Linnisa’, hal. 20)
 sumber: http://remajaislam.com/islam-dasar/akhlaq-mulia/46-hati-hati-dengan-lisanmu.html

Jangan Sampai Tinggalkan Shalat Lima Waktu

Tak kenal maka tak sayang. Peribahasa ini nampaknya menjadi sebab utama, kenapa banyak dari kaum muslimin tidak mengerjakan shalat. Tak usah jauh-jauh untuk melaksanakan sholat sunnah, sholat 5 waktu yang wajib saja mereka tidak kerjakan padahal cukup 10 menit waktu yang diperlukan untuk melaksanakan shalat dengan khusyuk. Bukan sesuatu yang mengherankan, banyak kaum muslimin bekerja banting tulang sejak matahari terbit hingga terbenam. Pertanyaannya, kenapa mereka melakukan hal itu? Karena mereka mengetahui bahwa hidup perlu makan, makan perlu uang, dan uang hanya didapat jika bekerja. Karena mereka mengetahui keutamaan bekerja keras, maka mereka pun melakukannya. Oleh karena itu, dalam tulisan yang singkat ini, kami akan mengemukakan pembahasan keutamaan shalat lima waktu dan hukum meninggalkannya. Semoga dengan sedikit goresan tinta ini dapat memotivasi kaum muslimin sekalian untuk selalu memperhatikan rukun Islam yang teramat mulia ini.
Kedudukan Shalat dalam Islam
Shalat memiliki kedudukan yang agung dalam islam. Kita dapat melihat keutamaan shalat tersebut dalam beberapa point berikut ini[1].
1) Shalat adalah kewajiban paling utama setelah dua kalimat syahadat dan merupakan salah satu rukun islam
Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda, “Islam itu dibangun di atas lima perkara, yaitu: bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitulloh, dan berpuasa pada bulan Ramadhan.”[2]
2) Shalat merupakan pembeda antara muslim dan kafir
Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya batasan antara seseorang dengan kekafiran dan kesyirikan adalah shalat. Barangsiapa meninggalkan shalat, maka ia kafir” [3]. Salah seorang tabi’in bernama Abdullah bin Syaqiq rahimahullah berkata, “Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.”[4]
3) Shalat adalah tiang agama dan agama seseorang tidak tegak kecuali dengan menegakkan shalat
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.”[5]
4) Amalan yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala  mengatakan,’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.”  Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula.”[6]
5) Shalat merupakan Penjaga Darah dan Harta Seseorang
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda, ”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mau mengucapkan laa ilaaha illalloh (Tiada sesembahan yang haq kecuali Allah), menegakkan shalat, dan membayar zakat. Apabila mereka telah melakukan semua itu, berarti mereka telah memelihara harta dan jiwanya dariku kecuali ada alasan yang hak menurut Islam (bagiku untuk memerangi mereka) dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah Ta’ala.”[7]
Keutamaan Mengerjakan Shalat 5 waktu
Shalat memiliki keutamaan-keutamaan berupa pahala, ampunan dan berbagai keuntungan yang Allah sediakan bagi orang yang menegakkan sholat dan rukun-rukunnnya dan lebih utama lagi apabila sunnah-sunnah sholat 5 waktu dikerjakan, diantara keutamaan-keutamaan tersebut adalah:
1) Mendapatkan cinta dan ridho Allah
Orang yang mengerjakan shalat berarti menjalankan perintah Allah, maka ia pantas mendapatkan cinta dan keridhoan Allah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah (wahai muhammad): “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)
2) Selamat dari api neraka dan masuk kedalam surga
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al Ahzab: 71). Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi Rahimahullahu ta’ala berkata, “Yang dimaksud dengan kemenangan dalam ayat ini adalah selamat dari api neraka dan masuk kedalam surga”[8]. Dan melaksanakan sholat termasuk mentaati Allah dan Rasul-Nya.
3) Pewaris surga Firdaus dan kekal di dalamnya
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman dan orang-orang yang memelihara sholatnya mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Mu’minun: 1-11)
4) Pelaku shalat disifati sebagai seorang muslim yang beriman dan bertaqwa
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al Baqarah: 2-3)
5) Akan mendapat ampunan dan pahala yang besar dari  Allah
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab: 35)
6) Shalat tempat meminta pertolongan kepada Allah sekaligus ciri orang yang khusyuk
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS. Al Baqarah: 45)
7) Shalat mencegah hamba dari Perbuatan Keji dan Mungkar
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Ankabut: 45)
Hukum Meninggalkan Shalat
Di awal telah dijelaskan bahwa shalat merupakan tiang agama dan merupakan pembeda antara muslim dan kafir. Lalu bagaimanakah hukum meninggalkan shalat itu sendiri, apakah membuat seseorang itu kafir?
Perlu diketahui, para ulama telah sepakat (baca: ijma’) bahwa dosa meninggalkan shalat lima waktu lebih besar dari dosa-dosa besar lainnya. Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, ”Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”[9]
Adapun berbagai kasus orang yang meninggalkan shalat, kami dapat rinci sebagai berikut:
Kasus pertama: Meninggalkan shalat dengan mengingkari kewajibannya sebagaimana mungkin perkataan sebagian orang, ‘Sholat oleh, ora sholat oleh.’ [Kalau mau shalat boleh-boleh saja, tidak shalat juga tidak apa-apa]. Jika hal ini dilakukan dalam rangka mengingkari hukum wajibnya shalat, orang semacam ini dihukumi kafir tanpa ada perselisihan di antara para ulama.
Kasus kedua: Meninggalkan shalat dengan menganggap gampang dan tidak pernah melaksanakannya.  Bahkan ketika diajak untuk melaksanakannya, malah enggan. Maka orang semacam ini berlaku hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Inilah pendapat Imam Ahmad, Ishaq, mayoritas ulama salaf dari shahabat dan tabi’in. Contoh hadits mengenai masalah ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”[10]
Kasus ketiga: Tidak rutin dalam melaksanakan shalat yaitu kadang shalat dan kadang tidak. Maka dia masih dihukumi muslim secara zhohir (yang nampak pada dirinya) dan tidak kafir. Inilah pendapat Ishaq bin Rohuwyah yaitu hendaklah bersikap lemah lembut terhadap orang semacam ini hingga dia kembali ke jalan yang benar. Wal ‘ibroh bilkhotimah (Hukuman baginya dilihat dari keadaan akhir hidupnya).[11]
Kasus keempat: Meninggalkan shalat dan tidak mengetahui bahwa meninggalkan shalat membuat orang kafir. Maka hukum bagi orang semacam ini adalah sebagaimana orang jahil (bodoh). Orang ini tidaklah dikafirkan disebabkan adanya kejahilan pada dirinya yang dinilai sebagai faktor penghalang untuk mendapatkan hukuman.
Kasus kelima: Mengerjakan shalat hingga keluar waktunya. Dia selalu rutin dalam melaksanakannya, namun sering mengerjakan di luar waktunya. Maka orang semacam ini tidaklah kafir, namun dia berdosa dan perbuatan ini sangat tercela sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Maa’un [107] : 4-5)[12]
Nasehat Berharga: Jangan Tinggalkan Shalatmu!
Amirul Mukminin, Umar bin Al Khoththob –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan, “Sesungguhnya di antara perkara terpenting bagi kalian adalah shalat. Barangsiapa menjaga shalat, berarti dia telah menjaga agama. Barangsiapa yang menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya akan lebih disia-siakan lagi. Tidak ada bagian dalam Islam, bagi orang yang meninggalkan shalat.“
Imam Ahmad –rahimahullah- juga mengatakan perkataan yang serupa, “Setiap orang yang meremehkan perkara shalat, berarti telah meremehkan agama. Seseorang memiliki bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima waktu. Seseorang yang dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang betul-betul memperhatikan shalat lima waktu. Kenalilah dirimu, wahai hamba Allah. Waspadalah! Janganlah engkau menemui Allah, sedangkan engkau tidak memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam dalam hatimu, sesuai dengan kadar shalat dalam hatimu.“[13]
Ibnul Qoyyim mengatakan, “Iman adalah dengan membenarkan (tashdiq). Namun bukan hanya sekedar membenarkan (meyakini) saja, tanpa melaksanakannya (inqiyad). Kalau iman hanyalah membenarkan (tashdiq) saja, tentu iblis, Fir’aun dan kaumnya, kaum sholeh, dan orang Yahudi yang membenarkan bahwa Muhammad adalah utusan Allah (mereka meyakini  hal ini sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka), tentu mereka semua akan disebut orang yang beriman (mu’min-mushoddiq).“[14]

sumber: http://remajaislam.com/islam-dasar/fiqih-remaja/27-jangan-sampai-tinggalkan-shalat-lima-waktu.html

Rabu, 26 Januari 2011

Manfaat Jilbab: Manfaat Jilbab Menurut Islam

Allah memerintahkan sesuatu pasti ada manfaatnya untuk kebaikan manusia. Dan setiap yang benar-benar manfaat dan dibutuhkan manusia dalam kehidupannya, pasti disyariatkan atau diperintahkan oleh-Nya. Di antara perintah Allah itu adalah berjilbab bagi wanita muslimah. Berikut ini beberapa manfaat berjilbab menurut Islam dan ilmu pengetahuan.

1. Selamat dari adzab Allah (adzab neraka)

“Ada dua macam penghuni Neraka yang tak pernah kulihat sebelumnya; sekelompok laki-laki yang memegang cemeti laksana ekor sapi, mereka mencambuk manusia dengannya. Dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang, sesat dan menyesatkan, yang dikepala mereka ada sesuatu mirip punuk unta. Mereka (wanita-wanita seperti ini) tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya. Sedangkan bau surga itu tercium dari jarak yang jauh” (HR. Muslim).

Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang” ialah mereka yang menutup sebagian tubuhnya dan menampakkan sebagian lainnya dengan maksud menunjukkan kecantikannya.

“Wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang” ialah mereka yang menutup sebagian tubuhnya dan menampakkan sebagian lainnya dengan maksud menunjukkan kecantikannya.

2. Terhindar dari pelecehan

Banyaknya pelecehan seksual terhadap kaum wanita adalah akibat tingkah laku mereka sendiri. Karena wanita merupakan fitnah (godaan) terbesar. Sebagaiman sabda Nabi Muhammad shallallahu �alaihi wasallam,

“Sepeninggalku tak ada fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.” (HR. Bukhari)


Jikalau wanita pada jaman Rasul merupakan fitnah terbesar bagi laki-laki padahal wanita pada jaman ini konsisten terhadap jilbab mereka dan tak banyak lelaki jahat saat itu, maka bagaimana wanita pada jaman sekarang??? Tentunya akan menjadi target pelecehan. Hal ini telah terbukti dengan tingginya pelecehan di negara-negara Eropa (wanitanya tidak berjilbab).

3. Memelihara kecemburuan laki-laki

Sifat cemburu adalah sifat yang telah Allah subhanahu wata�ala tanamkan kepada hati laki-laki agar lebih menjaga harga diri wanita yang menjadi mahramnya. Cemburu merupakan sifat terpuji dalam Islam.


“Allah itu cemburu dan orang beriman juga cemburu. Kecemburuan Allah adalah apabila seorang mukmin menghampiri apa yang diharamkan-Nya.” (HR. Muslim)


Bila jilbab ditanggalkan, rasa cemburu laki-laki akan hilang. Sehingga jika terjadi pelecehan tidak ada yang akan membela.

4. Akan seperti biadadari surga

“Dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang menundukkan pandangannya, mereka tak pernah disentuh seorang manusia atau jin pun sebelumnya.” (QS. Ar-Rahman: 56)

“Mereka laksana permata yakut dan marjan.” (QS. Ar-Rahman: 58)

“Mereka laksan telur yang tersimpan rapi.” (QS. Ash-Shaffaat: 49)

Dengan berjilbab, wanita akan memiliki sifat seperti bidadari surga. Yaitu menundukkan pandangan, tak pernah disentuh oleh yang bukan mahramnya, yang senantiasa dirumah untuk menjaga kehormatan diri. Wanita inilah merupakan perhiasan yang amatlah berharga.

Dengan berjilbab, wanita akan memiliki sifat seperti bidadari surga.



5. Mencegah penyakit kanker kulit

Kanker adalah sekumpulan penyakit yang menyebabkan sebagian sel tubuh berubah sifatnya. Kanker kulit adalah tumor-tumor yang terbentuk akibat kekacauan dalam sel yang disebabkan oleh penyinaran, zat-zat kimia, dan sebagainya.

Penelitian menunjukkan kanker kulit biasanya disebabkan oleh sinar Ultra Violet (UV) yang menyinari wajah, leher, tangan, dan kaki. Kanker ini banyak menyerang orang berkulit putih, sebab kulit putih lebih mudah terbakar matahari.

Kanker tidaklah membeda-bedakan antara laki-laki dan wanita. Hanya saja, wanita memiliki daya tahan tubuh lebih rendah daripada laki-laki. Oleh karena itu, wanita lebih mudah terserang penyakit khususnya kanker kulit.

Oleh karena itu, cara untuk melindungi tubuh dari kanker kulit adalah dengan menutupi kulit. Salah satunya dengan berjilbab. Karena dengan berjilbab, kita melindungi kulit kita dari sinar UV. Melindungi tubuh bukan dengan memakai kerudung gaul dan baju ketat. Kenapa? Karena hal itu percuma saja. Karena sinar UV masih bisa menembus pakaian yang ketat apalagi pakaian transparan. Berjilbab disini haruslah sesuai kriteria jilbab.

6. Memperlambat gejala penuaan

Penuaan adalah proses alamiah yang sudah pasti dialami oleh semua orang yaitu lambatnya proses pertumbuhan dan pembelahan sel-sel dalam tubuh. Gejala-gejala penuaan antara lain adalah rambut memutih, kulit keriput, dan lain-lain.

Penyebab utama gejala penuaan adalah sinar matahari. Sinar matahari memang penting bagi pembentukan vitamin Dyang berperan penting terhadap kesehatan kulit. Namun, secara ilmiah dapat dijelaskan bahwa sinar matahari merangsang melanosit (sel-sel melanin) untuk mengeluarkan melanin, akibatnya rusaklah jaringan kolagen dan elastin. Jaringan kolagen dan elastin berperan penting dalam menjaga keindahan dan kelenturan kulit.

Jilbab adalah kewajiban untuk setiap muslimah.

Krim-krim pelindung kulit pun tidak mampu melindungi kulit secara total dari sinar matahari. Sehingga dianjurkan untuk melindungi tubuh dengan jilbab.

Jilbab adalah kewajiban untuk setiap muslimah. Dan jilbab pun memiliki manfaat. Ternyata tak sekedar membawa manfaat ukhrawi namun banyak juga manfaat duniawinya. Jilbab tak hanya sekedar menjaga iman dan takwa pemakainya, namun juga membuat kulit terlindungi dari penyakit kanker dan proses penuaan.


Ternyata jilbab tak sekedar membawa manfaat ukhrawi namun banyak juga manfaat duniawinya.

Jilbab tak hanya sekedar menjaga iman dan takwa pemakainya, namun juga membuat kulit terlindungi dari penyakit kanker dan proses penuaan.


sumber:http://oish.abatasa.com/post/detail/10652/manfaat-jilbab-manfaat-jilbab-menurut-islam-dan-sains

Senin, 24 Januari 2011

Menggambar salib di Al-Qur’an



B
                                                                                                                                                                                        
elum pupus sakit  yang diderita muslimah dunia dengan kasus penggelontoran kitab suci al-Qur’an di WC penjara Guantanamo, tentara AS kembali bikin ulah . kali ini. Dengan pongah mereka membuat tanda-tanda  salib pada mushaf  al-Qur’an di masjid al-Qudus. Wilayah al-Baufarah, sel-Ramadi, Sebelah  barat Baghdad, Irak, baru-baru ini
        Sebagimana  dilaporkan situs Mafkarah al-Islaam, lebih dari  50 tentara AS menyerbu Masjid iu langsung menggeledah semua ruangannya, menyobek-nyobek kitab suci al-Qur’[an . dan memukuli jamaah shalat. Selain itu, mereka menghina al-Qur’an  dengan cara menggambar tanda salib  diatasnya.
        Imam  Masjid al-Qudus menceritakan kepada mafkarah al-islaam bahwa insiden tersebut terjadi saat mreka sedang mulai shalat subuh. Tentra AS meenyerbu masuk pelataran masjid dengan tetap memakai sepatu bot, bahkan mreka menodongkan senapan ke jammah di salah satu Sudut  masjid
Komodan pasukan juga memberikan  perintah kepada tentaranya untuk menyepak mushaf-mushaf  itu beberapa kali. Sampai berhamburan di depan pintu masjid . setelah melalkukan perbuatan hina tersebut mereka tertawa keras dan mengerluarkan kata-kata mecemoohan.
        Salah satu seorang tentara yang tengah membawa cat hitam juga beraksi dengan cara menggambarkan tujuh tanda salib di mimbar, tiga tanda salib di sajadah imam. Dan tiga Sali9b di pintu dalam masjid dan dip agar dalam . akhirnya ,sekitar pukul 07:00 tentara AS itu meninggalkan masjid.
Sumber majalah Gontor 

Kamis, 20 Januari 2011

Adab Bertamu dalam Islam


bertamu, yang dikenal dengan isitilah silaturrahmi oleh kebanyakan masyarakat. Walaupun sesungguhnya istilah silaturrahmi itu lebih tepat (dalam syari’at) digunakan khusus untuk berkunjung/ bertamu kepada sanak famili dalam rangka mempererat hubungan kekerabatan.
Namun, bertamu, baik itu kepada sanak kerabat, tetangga, relasi, atau pihak lainnya, bukanlah sekedar budaya semata melainkan termasuk perkara yang dianjurkan di dalam agama Islam yang mulia ini. Karena berkunjung/bertamu merupakan salah satu sarana untuk saling mengenal dan mempererat tali persaudaraan terhadap sesama muslim.
Allah berfirman: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (Al Hujurat: 13)
Rasulullah bersabda:
إِذَا عَادَ الرَّجُلُ أَخَاهُ أَوْ زَارَهُ ، قَالَ اللهُ لَهُ : طِبْتَ وَطِابَ مَمْشَاكَ وَتَبَوَّأْتَ مَنْزِلاً فِي الْجَنَّةِ
“Bila seseorang mengunjungi saudaranya, maka Allah berkata kepadanya: “Engkau dan perjalananmu itu adalah baik, dan engkau telah menyiapkan suatu tempat tinggal di al jannah (surga).” (Shahih Al Adabul Mufrad no. 345, dari shahabat Abu Hurairah )
Namun yang tidak boleh dilupakan bagi orang yang hendak bertamu adalah mengetahui adab-adab dan tata krama dalam bertamu, dan bagaimana sepantasnya perangai (akhlaq) seorang mukmin dalam bertamu. Karena memiliki dan menjaga perangai (akhlaq) yang baik merupakan tujuan diutusnya Rasulullah , sebagaimana beliau bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُ تَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya aku diutus dalam rangka menyempurnakan akhlaq (manusia).”
Oleh karena itu, pada kajian kali ini, akan kami sebutkan beberapa perkara yang hendaknya diperhatikan dalam bertamu. Di antaranya sebagai berikut:

1. Beri’tikad Yang Baik
Di dalam bertamu hendaknya yang paling penting untuk diperhatikan adalah memilki i’tikad dan niat yang baik. Bermula dari i’tikad dan niat yang baik ini akan mendorong kunjungan yang dilakukan itu senantiasa terwarnai dengan rasa kesejukan dan kelembutan kepada pihak yang dikunjungi.
Bahkan bila ia bertamu kepada saudaranya karena semata-mata rasa cinta karena Allah dan bukan untuk tujuan yang lainnya, niscaya Allah akan mencintainya sebagaimana ia mencintai saudaranya. Sebagaimana Rasulullah :
زَارَ رَجُلٌ أَخًا لَهُ فِي قَرْيَةٍ لَهُ فَأَرْصَدَ اللهُ مَلَكًا عَلَى مَدْرَحَتِهِ ، فَقَالَ : أَيْنَ تُرِيْدُ ؟ قَالَ : أَخًا لِي فِي هَذِهِ الْقَرْيَةِ. فَقَالَ : هَلْ لَهُ عَلَيْكَ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا ؟ لاَ قَالَ : أُحِبُّهُ فِي اللهِ. قَالَ : فَإِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكَ ، أَنَّ اللهَ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ
“Ada seseorang yang berkunjung kepada saudaranya di dalam suatu kampung, maka Allah mengirim malaikat untuk mengawasi arah perjalanannya. Ia (malaikat) bertanya kepadanya: “Mau kemana anda pergi? Ia menjawab: “Kepada saudaraku yang ada di kampung ini. Malaikat berkata: “Apakah dia memiliki nikmat (rizki) yang akan diberikan kepada engkau. Dia menjawab: “Tidak, semata-mata saya mencintainya karena Allah. Malaikat berkata: “Sesungguhnya saya diutus oleh Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu.” (Shahih Al Adabul Mufrad no. 350, Ash Shahihah no. 1044)

2. Tidak Memberatkan Bagi Tuan Rumah
Hendaknya bagi seorang tamu berusaha untuk tidak membuat repot atau menyusahkan tuan rumah, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah :
لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُقِيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمُهُ؟ قَالَ: يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَيْءَ لَهُ يَقْرِيهِ بِهِ
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk tinggal di tempat saudaranya yang kemudian saudaranya itu terjatuh ke dalam perbuatan dosa. Para shahabat bertanya: “Bagaimana bisa dia menyebabkan saudaranya terjatuh ke dalam perbuatan dosa?” Beliau menjawab: “Dia tinggal di tempat saudaranya, padahal saudaranya tersebut tidak memiliki sesuatu yang bisa disuguhkan kepadanya.” (HR. Muslim)
Al Imam An Nawawi berkata: “Karena keberadaan si tamu yang lebih dari tiga hari itu bisa mengakibatkan tuan rumah terjatuh dalam perbuatan ghibah, atau berniat untuk menyakitinya atau berburuk prasangka (kecuali bila mendapat izin dari tuan rumah).” (Lihat Syarh Shahih Muslim 12/28)
3. Memilih Waktu Berkunjung
Hendaknya bagi orang yang ingin bertamu juga memperhatikan dengan cermat waktu yang tepat untuk bertamu. Karena waktu yang kurang tepat terkadang bisa menimbulkan perasaan yang kurang baik dari tuan rumah bahkan tetangganya.
Dikatakan oleh shahabat Anas :
كَانَ رَسُولُ اللهِ لاَ يَطْرُقُ أَهْلَهُ لَيْلاً وَكَانَ يَأْتِيْهِمْ غُدْوَةً أَوْ عَشِيَّةً
“Rasulullah tidak pernah mengetuk pintu pada keluarganya pada waktu malam. Beliau biasanya datang kepada mereka pada waktu pagi atau sore.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Demikianlah akhlak Nabi , beliau memilih waktu yang tepat untuk mengunjungi keluarganya, lalu bagaimana lagi jika beliau hendak bertamu/mengunjungi orang lain (shahabatnya)? Tentunya kita semua diperintahkan untuk meneladani beliau .

4. Meminta Izin Kepada Tuan Rumah
Hal ini merupakan pengamalan dari perintah Allah di dalam firman-Nya (artinya): “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu agar kamu selalu ingat.” (An Nur: 27)
Di dalam ayat tersebut, Allah memberikan bimbingan kepada kaum mukminin untuk tidak memasuki rumah orang lain tanpa seizin penghuninya. Di antara hikmah yang terkandung di dalamnya adalah:
Untuk menjaga pandangan mata. Rasulullah bersabda:
إِنَّمَاجُعِلَ اْلاسْتِئْذَانُ مِنْ أَجْلِ الْبَصَرِ
“Meminta izin itu dijadikan suatu kewajiban karena untuk menjaga pandangan mata.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Rumah itu seperti penutup aurat bagi segala sesuatu yang ada di dalamnya sebagaimana pakaian itu sebagai penutup aurat bagi tubuh. Jika seorang tamu meminta izin kepada penghuni rumah terlebih dahulu, maka ada kesempatan bagi penghuni rumah untuk mempersiapkan kondisi di dalam rumahnya tersebut. Sehingga tidaklah dibenarkan ia melihat ke dalam rumah melalui suatu celah atau jendela untuk mengetahui ada atau tidaknya tuan rumah sebelum dipersilahkan masuk.
Di antara mudharat yang timbul jika seseorang tidak minta izin kepada penghuni rumah adalah bahwa hal itu akan menimbulkan kecurigaan dari tuan rumah, bahkan bisa-bisa dia dituduh sebagai pencuri, perampok, atau yang semisalnya, karena masuk rumah orang lain secara diam-diam merupakan tanda kejelekan. Oleh karena itulah Allah melarang kaum mukminin untuk memasuki rumah orang lain tanpa seizin penghuninya. (Taisirul Karimir Rahman, Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di)

Bagaimana Tata Cara Meminta Izin?
Para pembaca, dalam masalah meminta izin Rasulullah telah memberikan sekian petunjuk dan bimbingan kepada umatnya, di antaranya adalah:
a. Mengucapkan salam
Diperintahkan untuk mengucapkan salam terlebih dahulu, sebagaimana ayat di atas (An Nur: 27).
Pernah salah seorang shahabat beliau dari Bani ‘Amir meminta izin kepada Rasulullah yang ketika itu beliau sedang berada di rumahnya. Orang tersebut mengatakan: “Bolehkah saya masuk?” Maka Rasulullah pun memerintahkan pembantunya dengan sabdanya:
اخْرُجْ إِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ الاسْتِئْذَانَ ، فَقُلْ لَهُ: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَأَدْخُلُ ؟
“Keluarlah, ajari orang ini tata cara meminta izin, katakan kepadanya: Assalamu ‘alaikum, bolehklah saya masuk?
Sabda Rasulullah tersebut didengar oleh orang tadi, maka dia mengatakan:
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَأَدْخُلُ؟
Akhirnya Nabi pun mempersilahkannya untuk masuk rumah beliau. (HR. Abu Dawud)
Lihatlah wahai pembaca, perkataan “Bolehkah saya masuk” atau yang semisalnya saja belum cukup. Bahkan Nabi memerintahkan untuk mengucapkan salam terlebih dulu.
Bahkan mengucapkan salam ketika bertamu juga merupakan adab yang pernah dicontohkan oleh para malaikat (yang menjelma sebagai tamu) yang datang kepada Nabi Ibrahim u sebagaimana yang disebutkan oleh Allah di dalam firman-Nya (artinya): “Ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan salam.” (Adz Dzariyat: 25)
b. Meminta izin sebanyak tiga kali
Rasulullah bersabda:
الاسْتِئْذَانُ ثَلاَثٌ، فَإِنْ أُذِنَ لَكَ وَإِلاَّ فَارْجِعْ
“Meminta izin itu tiga kali, apabila diizinkan, maka masuklah, jika tidak, maka kembalilah.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Hadits tersebut memberikan bimbingan kepada kita bahwa batasan akhir meminta izin itu tiga kali. Jika penghuni rumah mempersilahkan masuk maka masuklah, jika tidak maka kembalilah. Dan itu bukan merupakan suatu aib bagi penghuni rumah tersebut atau celaan bagi orang yang hendak bertamu, jika alasan penolakan itu dibenarkan oleh syari’at. Bahkan hal itu merupakan penerapan dari firman Allah (artinya): “Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: “Kembalilah, maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (An Nur: 28)

5. Mengenalkan Identitas Diri
Ketika Rasulullah menceritakan tentang kisah Isra’ Mi’raj, beliau bersabda: “Kemudian Jibril naik ke langit dunia dan meminta izin untuk dibukakan pintu langit. Jibril ditanya: “Siapa anda?” Jibril menjawab: “Jibril.” Kemudian ditanya lagi: “Siapa yang bersama anda?” Jibril menjawab: “Muhammad.” Kemudian Jibril naik ke langit kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya di setiap pintu langit, Jibril ditanya: “Siapa anda?” Jibril menjawab: “Jibril.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Sehingga Al Imam An Nawawi rahimahullah dalam kitabnya yang terkenal Riyadhush Shalihin membuat bab khusus, “Bab bahwasanya termasuk sunnah jika seorang yang minta izin (bertamu) ditanya namanya: “Siapa anda?” maka harus dijawab dengan nama atau kunyah (panggilan dengan abu fulan/ ummu fulan) yang sudah dikenal, dan makruh jika hanya menjawab: “Saya” atau yang semisalnya.”
Ummu Hani’, salah seorang shahabiyah Rasulullah mengatakan:”Aku mendatangi Nabi ketika beliau sedang mandi dan Fathimah menutupi beliau. Beliau bersabda: “Siapa ini?” Aku katakan: “Saya Ummu Hani’.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Demikianlah bimbingan Nabi yang langsung dipraktekkan oleh para shahabatnya, bahkan beliau pernah marah kepada salah seorang shahabatnya ketika kurang memperhatikan adab dan tata cara yang telah beliau bimbingkan ini. Sebagaimana dikatakan oleh Jabir :”Aku mendatangi Nabi , kemudian aku mengetuk pintunya, beliau bersabda: “Siapa ini?” Aku menjawab: “Saya.” Maka beliau pun bersabda: “Saya, saya..!!.” Seolah-olah beliau tidak menyukainya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

6. Menyebutkan Keperluannya
Di antara adab seorang tamu adalah menyebutkan urusan atau keperluan dia kepada tuan rumah. Supaya tuan rumah lebih perhatian dan menyiapkan diri ke arah tujuan kujungan tersebut, serta dapat mempertimbangkan dengan waktu/ keperluannya sendiri. Hal ini sebagaimana Allah mengisahkan para malaikat yang bertamu kepada Ibrahim u di dalam Al Qur’an (artinya): “Ibrahim bertanya: Apakah urusanmu wahai para utusan?” Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang berdosa.” (Adz Dzariyat: 32)

7. Segera Kembali Setelah selesai Urusannya
Termasuk pula adab dalam bertamu adalah segera kembali bila keperluannya telah selesai, supaya tidak mengganggu tua rumah. Sebagaimana penerapan dari kandungan firman Allah : “…tetapi jika kalian diundang maka masuklah, dan bila telah selesai makan kembalilah tanpa memperbanyak percakapan,…” (Al Ahzab: 53)

8. Mendo’akan Tuan Rumah
Hendaknya seorang tamu mendoakan atas jamuan yang diberikan oleh tuan rumah, lebih baik lagi berdo’a sesuai dengan do’a yang telah dituntunkan Nabi , yaitu:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِيْ مَا رَزَقْتَهُمْ وَ اغْفِرْ لَهُمْ وَ ارْحَمْهُمْ
“Ya Allah…, berikanlah barakah untuk mereka pada apa yang telah Engkau berikan rizki kepada mereka, ampunilah mereka, dan rahmatilah mereka.” (HR. Muslim)
Demikianlah tata cara bertamu, mudah-mudahan pembahasan ini menjadi bekal bagi kita (kaum muslimin) untuk lebih bersikap sesuai dengan bimbingan Nabi dalam bertamu. Wallahu a’lam bis showab.

Adab Bertamu dalam Islam


bertamu, yang dikenal dengan isitilah silaturrahmi oleh kebanyakan masyarakat. Walaupun sesungguhnya istilah silaturrahmi itu lebih tepat (dalam syari’at) digunakan khusus untuk berkunjung/ bertamu kepada sanak famili dalam rangka mempererat hubungan kekerabatan.
Namun, bertamu, baik itu kepada sanak kerabat, tetangga, relasi, atau pihak lainnya, bukanlah sekedar budaya semata melainkan termasuk perkara yang dianjurkan di dalam agama Islam yang mulia ini. Karena berkunjung/bertamu merupakan salah satu sarana untuk saling mengenal dan mempererat tali persaudaraan terhadap sesama muslim.
Allah berfirman: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (Al Hujurat: 13)
Rasulullah bersabda:
إِذَا عَادَ الرَّجُلُ أَخَاهُ أَوْ زَارَهُ ، قَالَ اللهُ لَهُ : طِبْتَ وَطِابَ مَمْشَاكَ وَتَبَوَّأْتَ مَنْزِلاً فِي الْجَنَّةِ
“Bila seseorang mengunjungi saudaranya, maka Allah berkata kepadanya: “Engkau dan perjalananmu itu adalah baik, dan engkau telah menyiapkan suatu tempat tinggal di al jannah (surga).” (Shahih Al Adabul Mufrad no. 345, dari shahabat Abu Hurairah )
Namun yang tidak boleh dilupakan bagi orang yang hendak bertamu adalah mengetahui adab-adab dan tata krama dalam bertamu, dan bagaimana sepantasnya perangai (akhlaq) seorang mukmin dalam bertamu. Karena memiliki dan menjaga perangai (akhlaq) yang baik merupakan tujuan diutusnya Rasulullah , sebagaimana beliau bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُ تَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya aku diutus dalam rangka menyempurnakan akhlaq (manusia).”
Oleh karena itu, pada kajian kali ini, akan kami sebutkan beberapa perkara yang hendaknya diperhatikan dalam bertamu. Di antaranya sebagai berikut:

1. Beri’tikad Yang Baik
Di dalam bertamu hendaknya yang paling penting untuk diperhatikan adalah memilki i’tikad dan niat yang baik. Bermula dari i’tikad dan niat yang baik ini akan mendorong kunjungan yang dilakukan itu senantiasa terwarnai dengan rasa kesejukan dan kelembutan kepada pihak yang dikunjungi.
Bahkan bila ia bertamu kepada saudaranya karena semata-mata rasa cinta karena Allah dan bukan untuk tujuan yang lainnya, niscaya Allah akan mencintainya sebagaimana ia mencintai saudaranya. Sebagaimana Rasulullah :
زَارَ رَجُلٌ أَخًا لَهُ فِي قَرْيَةٍ لَهُ فَأَرْصَدَ اللهُ مَلَكًا عَلَى مَدْرَحَتِهِ ، فَقَالَ : أَيْنَ تُرِيْدُ ؟ قَالَ : أَخًا لِي فِي هَذِهِ الْقَرْيَةِ. فَقَالَ : هَلْ لَهُ عَلَيْكَ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا ؟ لاَ قَالَ : أُحِبُّهُ فِي اللهِ. قَالَ : فَإِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكَ ، أَنَّ اللهَ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ
“Ada seseorang yang berkunjung kepada saudaranya di dalam suatu kampung, maka Allah mengirim malaikat untuk mengawasi arah perjalanannya. Ia (malaikat) bertanya kepadanya: “Mau kemana anda pergi? Ia menjawab: “Kepada saudaraku yang ada di kampung ini. Malaikat berkata: “Apakah dia memiliki nikmat (rizki) yang akan diberikan kepada engkau. Dia menjawab: “Tidak, semata-mata saya mencintainya karena Allah. Malaikat berkata: “Sesungguhnya saya diutus oleh Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu.” (Shahih Al Adabul Mufrad no. 350, Ash Shahihah no. 1044)

2. Tidak Memberatkan Bagi Tuan Rumah
Hendaknya bagi seorang tamu berusaha untuk tidak membuat repot atau menyusahkan tuan rumah, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah :
لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُقِيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمُهُ؟ قَالَ: يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَيْءَ لَهُ يَقْرِيهِ بِهِ
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk tinggal di tempat saudaranya yang kemudian saudaranya itu terjatuh ke dalam perbuatan dosa. Para shahabat bertanya: “Bagaimana bisa dia menyebabkan saudaranya terjatuh ke dalam perbuatan dosa?” Beliau menjawab: “Dia tinggal di tempat saudaranya, padahal saudaranya tersebut tidak memiliki sesuatu yang bisa disuguhkan kepadanya.” (HR. Muslim)
Al Imam An Nawawi berkata: “Karena keberadaan si tamu yang lebih dari tiga hari itu bisa mengakibatkan tuan rumah terjatuh dalam perbuatan ghibah, atau berniat untuk menyakitinya atau berburuk prasangka (kecuali bila mendapat izin dari tuan rumah).” (Lihat Syarh Shahih Muslim 12/28)
3. Memilih Waktu Berkunjung
Hendaknya bagi orang yang ingin bertamu juga memperhatikan dengan cermat waktu yang tepat untuk bertamu. Karena waktu yang kurang tepat terkadang bisa menimbulkan perasaan yang kurang baik dari tuan rumah bahkan tetangganya.
Dikatakan oleh shahabat Anas :
كَانَ رَسُولُ اللهِ لاَ يَطْرُقُ أَهْلَهُ لَيْلاً وَكَانَ يَأْتِيْهِمْ غُدْوَةً أَوْ عَشِيَّةً
“Rasulullah tidak pernah mengetuk pintu pada keluarganya pada waktu malam. Beliau biasanya datang kepada mereka pada waktu pagi atau sore.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Demikianlah akhlak Nabi , beliau memilih waktu yang tepat untuk mengunjungi keluarganya, lalu bagaimana lagi jika beliau hendak bertamu/mengunjungi orang lain (shahabatnya)? Tentunya kita semua diperintahkan untuk meneladani beliau .

4. Meminta Izin Kepada Tuan Rumah
Hal ini merupakan pengamalan dari perintah Allah di dalam firman-Nya (artinya): “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu agar kamu selalu ingat.” (An Nur: 27)
Di dalam ayat tersebut, Allah memberikan bimbingan kepada kaum mukminin untuk tidak memasuki rumah orang lain tanpa seizin penghuninya. Di antara hikmah yang terkandung di dalamnya adalah:
Untuk menjaga pandangan mata. Rasulullah bersabda:
إِنَّمَاجُعِلَ اْلاسْتِئْذَانُ مِنْ أَجْلِ الْبَصَرِ
“Meminta izin itu dijadikan suatu kewajiban karena untuk menjaga pandangan mata.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Rumah itu seperti penutup aurat bagi segala sesuatu yang ada di dalamnya sebagaimana pakaian itu sebagai penutup aurat bagi tubuh. Jika seorang tamu meminta izin kepada penghuni rumah terlebih dahulu, maka ada kesempatan bagi penghuni rumah untuk mempersiapkan kondisi di dalam rumahnya tersebut. Sehingga tidaklah dibenarkan ia melihat ke dalam rumah melalui suatu celah atau jendela untuk mengetahui ada atau tidaknya tuan rumah sebelum dipersilahkan masuk.
Di antara mudharat yang timbul jika seseorang tidak minta izin kepada penghuni rumah adalah bahwa hal itu akan menimbulkan kecurigaan dari tuan rumah, bahkan bisa-bisa dia dituduh sebagai pencuri, perampok, atau yang semisalnya, karena masuk rumah orang lain secara diam-diam merupakan tanda kejelekan. Oleh karena itulah Allah melarang kaum mukminin untuk memasuki rumah orang lain tanpa seizin penghuninya. (Taisirul Karimir Rahman, Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di)

Bagaimana Tata Cara Meminta Izin?
Para pembaca, dalam masalah meminta izin Rasulullah telah memberikan sekian petunjuk dan bimbingan kepada umatnya, di antaranya adalah:
a. Mengucapkan salam
Diperintahkan untuk mengucapkan salam terlebih dahulu, sebagaimana ayat di atas (An Nur: 27).
Pernah salah seorang shahabat beliau dari Bani ‘Amir meminta izin kepada Rasulullah yang ketika itu beliau sedang berada di rumahnya. Orang tersebut mengatakan: “Bolehkah saya masuk?” Maka Rasulullah pun memerintahkan pembantunya dengan sabdanya:
اخْرُجْ إِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ الاسْتِئْذَانَ ، فَقُلْ لَهُ: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَأَدْخُلُ ؟
“Keluarlah, ajari orang ini tata cara meminta izin, katakan kepadanya: Assalamu ‘alaikum, bolehklah saya masuk?
Sabda Rasulullah tersebut didengar oleh orang tadi, maka dia mengatakan:
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَأَدْخُلُ؟
Akhirnya Nabi pun mempersilahkannya untuk masuk rumah beliau. (HR. Abu Dawud)
Lihatlah wahai pembaca, perkataan “Bolehkah saya masuk” atau yang semisalnya saja belum cukup. Bahkan Nabi memerintahkan untuk mengucapkan salam terlebih dulu.
Bahkan mengucapkan salam ketika bertamu juga merupakan adab yang pernah dicontohkan oleh para malaikat (yang menjelma sebagai tamu) yang datang kepada Nabi Ibrahim u sebagaimana yang disebutkan oleh Allah di dalam firman-Nya (artinya): “Ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan salam.” (Adz Dzariyat: 25)
b. Meminta izin sebanyak tiga kali
Rasulullah bersabda:
الاسْتِئْذَانُ ثَلاَثٌ، فَإِنْ أُذِنَ لَكَ وَإِلاَّ فَارْجِعْ
“Meminta izin itu tiga kali, apabila diizinkan, maka masuklah, jika tidak, maka kembalilah.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Hadits tersebut memberikan bimbingan kepada kita bahwa batasan akhir meminta izin itu tiga kali. Jika penghuni rumah mempersilahkan masuk maka masuklah, jika tidak maka kembalilah. Dan itu bukan merupakan suatu aib bagi penghuni rumah tersebut atau celaan bagi orang yang hendak bertamu, jika alasan penolakan itu dibenarkan oleh syari’at. Bahkan hal itu merupakan penerapan dari firman Allah (artinya): “Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: “Kembalilah, maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (An Nur: 28)

5. Mengenalkan Identitas Diri
Ketika Rasulullah menceritakan tentang kisah Isra’ Mi’raj, beliau bersabda: “Kemudian Jibril naik ke langit dunia dan meminta izin untuk dibukakan pintu langit. Jibril ditanya: “Siapa anda?” Jibril menjawab: “Jibril.” Kemudian ditanya lagi: “Siapa yang bersama anda?” Jibril menjawab: “Muhammad.” Kemudian Jibril naik ke langit kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya di setiap pintu langit, Jibril ditanya: “Siapa anda?” Jibril menjawab: “Jibril.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Sehingga Al Imam An Nawawi rahimahullah dalam kitabnya yang terkenal Riyadhush Shalihin membuat bab khusus, “Bab bahwasanya termasuk sunnah jika seorang yang minta izin (bertamu) ditanya namanya: “Siapa anda?” maka harus dijawab dengan nama atau kunyah (panggilan dengan abu fulan/ ummu fulan) yang sudah dikenal, dan makruh jika hanya menjawab: “Saya” atau yang semisalnya.”
Ummu Hani’, salah seorang shahabiyah Rasulullah mengatakan:”Aku mendatangi Nabi ketika beliau sedang mandi dan Fathimah menutupi beliau. Beliau bersabda: “Siapa ini?” Aku katakan: “Saya Ummu Hani’.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Demikianlah bimbingan Nabi yang langsung dipraktekkan oleh para shahabatnya, bahkan beliau pernah marah kepada salah seorang shahabatnya ketika kurang memperhatikan adab dan tata cara yang telah beliau bimbingkan ini. Sebagaimana dikatakan oleh Jabir :”Aku mendatangi Nabi , kemudian aku mengetuk pintunya, beliau bersabda: “Siapa ini?” Aku menjawab: “Saya.” Maka beliau pun bersabda: “Saya, saya..!!.” Seolah-olah beliau tidak menyukainya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

6. Menyebutkan Keperluannya
Di antara adab seorang tamu adalah menyebutkan urusan atau keperluan dia kepada tuan rumah. Supaya tuan rumah lebih perhatian dan menyiapkan diri ke arah tujuan kujungan tersebut, serta dapat mempertimbangkan dengan waktu/ keperluannya sendiri. Hal ini sebagaimana Allah mengisahkan para malaikat yang bertamu kepada Ibrahim u di dalam Al Qur’an (artinya): “Ibrahim bertanya: Apakah urusanmu wahai para utusan?” Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang berdosa.” (Adz Dzariyat: 32)

7. Segera Kembali Setelah selesai Urusannya
Termasuk pula adab dalam bertamu adalah segera kembali bila keperluannya telah selesai, supaya tidak mengganggu tua rumah. Sebagaimana penerapan dari kandungan firman Allah : “…tetapi jika kalian diundang maka masuklah, dan bila telah selesai makan kembalilah tanpa memperbanyak percakapan,…” (Al Ahzab: 53)

8. Mendo’akan Tuan Rumah
Hendaknya seorang tamu mendoakan atas jamuan yang diberikan oleh tuan rumah, lebih baik lagi berdo’a sesuai dengan do’a yang telah dituntunkan Nabi , yaitu:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِيْ مَا رَزَقْتَهُمْ وَ اغْفِرْ لَهُمْ وَ ارْحَمْهُمْ
“Ya Allah…, berikanlah barakah untuk mereka pada apa yang telah Engkau berikan rizki kepada mereka, ampunilah mereka, dan rahmatilah mereka.” (HR. Muslim)
Demikianlah tata cara bertamu, mudah-mudahan pembahasan ini menjadi bekal bagi kita (kaum muslimin) untuk lebih bersikap sesuai dengan bimbingan Nabi dalam bertamu. Wallahu a’lam bis showab.

Etika Pergaulan Menurut Islam


Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat [49]:13)

Pergaulan adalah satu cara seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu kebutuhan yang sangat mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap manusia yang “masih hidup” di dunia ini. Sungguh menjadi sesuatu yang aneh atau bahkan sangat langka, jika ada orang yang mampu hidup sendiri. Karena memang begitulah fitrah manusia. Manusia membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya.

Tidak ada mahluk yang sama seratus persen di dunia ini. Semuanya diciptakan Allah berbeda-beda. Meski ada persamaan, tapi tetap semuanya berbeda. Begitu halnya dengan manusia. Lima milyar lebih manusia di dunia ini memiliki ciri, sifat, karakter, dan bentuk khas. Karena perbedaan itulah, maka sangat wajar ketika nantinya dalam bergaul sesama manusia akan terjadi banyak perbedaan sifat, karakter, maupun tingkah laku. Allah mencipatakan kita dengan segala perbedaannya sebagai wujud keagungan dan kekuasaan-Nya.

Maka dari itu, janganlah perbedaan menjadi penghalang kita untuk bergaul atau bersosialisasi dengan lingkungan sekitar kita. Anggaplah itu merupakan hal yang wajar, sehingga kita dapat menyikapi perbedaan tersebut dengan sikap yang wajar dan adil. Karena bisa jadi sesuatu yang tadinya kecil, tetapi karena salah menyikapi, akan menjadi hal yang besar. Itulah perbedaan. Tak ada yang dapat membedakan kita dengan orang lain, kecuali karena ketakwaannya kepada Allah SWT (QS. Al_Hujurat [49]:13)
Perbedaan bangsa, suku, bahasa, adat, dan kebiasaan menjadi satu paket ketika Allah menciptakan manusia, sehingga manusia dapat saling mengenal satu sama lainnya. Sekali lagi . tak ada yang dapat membedakan kecuali ketakwaannya.

Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu kita tumbuh kembangkan agar pergaulan kita dengan sesama muslim menjadi sesuatu yang indah sehingga mewujudkan ukhuwah islamiyah. Tiga kunci utama untuk mewujudkannya yaitu ta’aruf, tafahum, dan ta’awun. Inilah tiga kunci utama yang harus kita lakukan dalam pergaulan.

Ta’aruf. Apa jadinya ketika seseorang tidak mengenal orang lain? Mungkinkah mereka akan saling menyapa? Mungkinkah mereka akan saling menolong, membantu, atau memperhatikan? Atau mungkinkah ukhuwah islamiyah akan dapat terwujud?
Begitulah, ternyata ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita akan melangkah keluar untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dengan ta’aruf kita dapat membedakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan semua ciri khas pada diri seseorang.

Tafahum. Memahami, merupakan langkah kedua yang harus kita lakukan ketika kita bergaul dengan orang lain. Setelah kita mengenal seseorang pastikan kita tahu juga semua yang ia sukai dan yang ia benci. Inilah bagian terpenting dalam pergaulan. Dengan memahami kita dapat memilah dan memilih siapa yang harus menjadi teman bergaul kita dan siapa yang harus kita jauhi, karena mungkin sifatnya jahat. Sebab, agama kita akan sangat ditentukan oleh agama teman dekat kita. Masih ingat ,”Bergaul dengan orang shalih ibarat bergaul dengan penjual minyak wangi, yang selalu memberi aroma yang harum setiap kita bersama dengannya. Sedang bergaul dengan yang jahat ibarat bergaul dengan tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap besi ketika kita bersamanya.”
Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama dengan orang-orang shalih akan banyak sedikit membawa kita menuju kepada kesalihan. Dan begitu juga sebaliknya, ketika kita bergaul dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti akan membawa kepada keburukan perilaku ( akhlakul majmumah ).

Ta’awun. Setelah mengenal dan memahami, rasanya ada yang kurang jika belum tumbuh sikap ta’awun (saling menolong). Karena inilah sesungguhnya yang akan menumbuhkan rasa cinta pada diri seseorang kepada kita. Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullulloh SAW telah mengatakan bahwa bukan termasuk umatnya orang yang tidak peduli dengan urusan umat Islam yang lain.
Ta’aruf, tafahum , dan ta’awun telah menjadi bagian penting yang harus kita lakukan.

Tapi, semua itu tidak akan ada artinya jika dasarnya bukan ikhlas karena Allah. Ikhlas harus menjadi sesuatu yang utama, termasuk ketika kita mengenal, memahami, dan saling menolong. Selain itu, tumbuhkan rasa cinta dan benci karena Allah. Karena cinta dan benci karena Allah akan mendatangkan keridhaan Allah dan seluruh makhluknya. Wallahu a’lam bishshawab.

sumber:http://id.shvoong.com/humanities/1775913-etika-pergaulan-menurut-islam/

KUMPULAN BEBERAPA HADITS NABI SAW

 
.
KUMPULAN BEBERAPA HADITS NABI SAW :
.
IMAN
.
© Iman itu, ialah engkau iman percaya dengan yakin kepada Allah, kepada malaikat-malaikatNya, kepada kitab-kitabNya, kepada utusan-utusanNya, kepada hari akhir (akan dibangkitkan dari kubur) dan yakin kepada taqdir (ketetapan Allah), taqdir yang baik maupun buruk (Muslim dari Umar) 
© Seutama-utama amal, ialah beriman kepada Allah dan rasulNya (Bukhori) 
© Tiga perkara, barangsiapa terdapat padanya yang tiga perkara itu, terasalah olehnya kemanisan Iman.
  1. mencintai Allah dan rasul-Nya, lebih dari mencintai segala yang lain
  2. mencintai seseorang semata-mata karena Allah
  3. benci kembali kepada kufur, serupa dengan benci dicampakkannya ke dalam api yang bernyala-nyala (Bukhori dan Muslim) 
© Rasulullah bersabda: Orang yang paling bahagia dengan syafaatku di hari kiamat adalah yang mengucapkan Laailaahaillallahu dengan ikhlas dari dalam hatinya (Bukhori) 
© Rasul bersabda: Allah berfirman: Jika hambaKu mengingatKu di dalam dirinya, maka Akupun akan mengingatnya di dalam diriKu (Bukhori dan Muslim) 
© Rasulullah SAW: Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak menerima amal perbuatan tanpa iman (Atthabrani) 
© Sabda Rasulullah SAW: Seorang mukmin bukanlah pengumpat atau suka mengutuk, tidak keji serta ucapannya tidak kotor (Bukhori) 
© Abu Hurairah r.a.: Sabda Rasulullah: Allah berfirman: Apabila hambaKu mengingatKu dalam dirinya, maka Akupun akan mengingatnya dalam diriKu (Muslim) 
© Orang mu’min itu adalah menjadi saudara sesama mu’min, karena itu janganlah meninggalkan memberi nasehat dalam segala hal (Ibn Najjar) 
© Orang mukmin yang paling utama (baik) ialah orang yang memudahkan penjualan, memudahkan pembelian, memudahkan membayar hutang, dan memudahkan memberikan pinjaman (Thabrani)
© Rasulullah bersabda: Warisan bagi Allah Azza wajalla dari hambaNya yang beriman adalah putera-puteri yang sholeh (beriman padaNya) (Aththahawi)
.
ISLAM
.
© Islam ditegakkan atas lima rukun, (1) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, (2) mendirikan shalat (fardhu lima kali sehari semalam), (3) menunaikan zakat, (4) menunaikan ibadah haji ke tanah suci di Mekah, bagi yang berkuasa, dan (5) puasa ramadhan (bukhori dan Muslim) 
© Agama Islam itu luhur dan tinggi, dan tidak akan ada yang melebihi (Aidz bin Umar) 
© Rasulullah SAW: Ucapan yang paling benar adalah Al Qur’an (Kitabullah), dan sebaik-baik jalan hidup adalah jalan hidup Nabi Muhammad SAW (Muslim) 
© Sabda Rasulullah: Sesungguhnya Assalaam adalah nama dari Allah Taalla yang dilrtakkan di bumi, maka sebarkan ucapan Assalaam diantaramu (Bukhori) 
© Rasulullah SAW bersabda: Aku tidak diutus  untuk melontarkan kutukan, tapi sesungguhnya aku diutus sebagai pembawa rahmat (Bukhori dan Muslim) 
© Sungguh berbahagialah bagi orang yang mendapat hidayah Islam, dan penghidupannya sederhana dan menerima apa yang ada (qana’ah ) (Turmudzi) 
© Sungguh berbahagialah orang yang telah masuk Islam, dan diberi rizki cukup, lalu merasa cukup terhadap apa-apa yang diberikan Allah kepadanya (Muslim) 
© Yang dimaksud kaya itu bukan saja kekayaan karena banyaknya harta benda, melainkan yang disebut kaya sebenarnya ialah kaya hati (tenangnya jiwa) (Bukhori dan Muslim) 
© Tidaklah halal bagi seorang muslim mendiamkan (tidak mengajak bicara) saudaranya yang muslim lebih dari tiga hari, keduanya bertemu lalu ini memalingkan mukanya dan inipun berpaling pula. Dan yang paling baik diantara keduanya ialah yang memulai lebih dulu mengucap salam (Assalamu’alaikum) (Bukhori dan Muslim) 
© Rasul SAW: Janganlah sekali-kali seorang laki-laki mukmin membenci istrinya yang beriman. Bila ada perangainya yang tidak disuka, pasti ada perangai yang disuka
.
SHALAT
.
© Amal yang pertama kali akan dihisab  untuk seseorang hamba nanti pada hari kiamat ialah shalat, maka apabila shalatnya baik (lengkap), maka baiklah seluruh amalnya yang lain, dan jika shalatnya itu rusak (kurang lengkap) maka rusaklah segala amalan yang lain (Thabrani) 
© Pekerjaan yang sangat disuka Allah, ialah mengerjakan shalat tepat pada waktunya. Sesudah itu berbakti kepada ibu-bapak. Sesudah itu berjihad menegakkan agama Allah (Bukhori dan Muslim) 
© Anas r.a.: Nabi SAW selalu memotivasi umatnya untuk sholat berjamaah dan melarang mereka pergi keluar sebelum imam mereka pergi (Muslim) 
© Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian, pahalanya berlipat ganda sampai duapuluh tujuh derajat (dibandingkan dengan shalat sendirian) (Bukhori dan Muslim) 
© Rasul Bersabda: Takutlah kamu bila angkat kepalamu dari sujud mendahului imam, karena Allah akan ubah kepalamu jadi kepala keledai (Bukhori dan Muslim) 
© Ummu Salamah r.a.: Bila selesai salam pada saat sholat di masjid, Rasul berhenti sejenak agar wanita pulang lebih dahulu sebelum pria (Bukhori)
.
AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR
.
© Ubadah r.a.: Ketika wahyu diturunkan padanya, Nabi SAW tampak susah, sengsaranya, hingga air mukanya berubah karena beratnya wahyu tersebut (Muslim) 
© Anas r.a.: Do’a Rasulullah SAW: Ya Allah, aku berlindung padaMu dari kelemahan, kemalasan, sifat pengecut, sia-siakan usia dan dari sifat kikir (Muslim) 
© Abu Hurairah r.a.: Sabda Rasul: Sebaik-baiknya wanita adalah yang paling saying terhadap anak yatim yang masih kecil dan paling perhatian terhadap suami (Muslim) 
© Andaikata engkau pernah berbuat dosa kepada Allah sehingga langit itu penuh dengan dosa-dosamu, lalu engkau menyesali dengan taubat, maka Allah menerima taubatmu, yakni diampuni dosamu (Ibn Majah) 
© Semua manusia (anak Adam) itu melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan itu ialah orang-orang yang suka bertaubat (Turmudzi dan Ibn Majah) 
© Jadilah kamu orang yang mengajar atau belajar atau pendengar (orang mengaji), atau pecinta (mencintai ilmu) dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima (artinya tidak mengajar, tidak belajar, tidak suka mendengarkan pengajian, dan tidak mencintai ilmu), maka kamu akan hancur (Baihaqi)
© Orang yang bertambah ilmunya dan tidak bertambah petunjuk yang dimilikinya maka ia akan semakin jauh dari Allah SWT (Abu Dawud) 
© Barangsiapa menuntut ilmu yang biasanya ditujukan untuk mencari keridhaan Allah, tiba-tiba ia tidak mempelajarinya kecuali hanya untuk mendapatkan harta benda keduniaan, maka ia tidak akan memperoleh bau harumnya sorga pada hari kiamat (Abu Dawud) 
© Amal yang paling disenangi oleh Allah, ialah amal yang terus-menerus dikerjakan, walaupun sedikit (Bukhori dan Muslim) 
© Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Tangan yang di atas ialah yang memberikan, dan tangan yang di bawah ialah yang minta (menerima) ( Bukhori dan Muslim) 
© Barangsiapa yang menanggung anak yatim di rumahnya yakni ia diberi makan dan minum (sama dengan makan dan minumnya), maka Allah akan memasukkan ia di sorga, kecuali jika ia melakukan dosa yang tidak dapat diampuni (Turmudzi) 
© Rasulullah SAW: Sesungguhnya sedekah seseorang walau hanya sesuap, akan dikembang biakkan olehNya seperti gunung, maka bersedekahlah (Bukhori dan Muslim) 
© Rasul bersabda: Firman Allah: Dekatkanlah dirimu padaKu (Allah) dengan cara mendekatkan diri kepada kaum yang lemah, berbuat ihsan kepadanya (Muslim) 
© Pelayanmu adalah saudaramu, samakan makanan/pakaiannya denganmu, jangan beri pekerjaan yang dia tidak mampu mengerjakannya (Bukhori) 
© Rasulullah bersabda: Siapa ingin doanya terkabul/dibebaskan dari kesulitan, hendaknya ia membantu/menatasi kesulitan orang lain (Ahmad) 
© Rasul SAW: Firman Allah: Siapa niat lakukan kebaikan, tapi tidak kerjakan, maka Allah catat niat itu seperti satu (1) kebaikan penuh di sisiNya (Muslim) 
© Nabi bersabda: bila seorang laki-laki memberi nafkah keluarganya semata-mata karena harapkan ridha Allah maka sama dengan dia memberi sedekah (Bukhori) 
© Rasul bersabda: tidak satupun milikku yang kusembunyikan darimu, maka jaga harga dirinya niscaya Allah akan menjaganya (Bukhori dan Muslim) 
© Rasul: Allah berfirman: Hambaku yang Aku sehatkan, luaskan rizkinya dan selama 5 tahun tidak berhaji, ia akan kehilangan rahmatKu (Al Baihaqi) 
© Jabir r.a.: Rasulullah SAW bersabda: Jagalah dirimu dari sifat kikir, karena kikir itu membinasakan umat-umat sebelum kamu (Muslim) 
© Rasulullah SAW bersabda: panas api neraka adalah 70x dari panasnya api yang biasa dipakai anak cucu Adam untuk memasak (Bukhori) 
© Sabda Rasul: Ihsan ialah beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihatNya, jika tidak mampu, maka yakinkan hatimu bahwa Allah melihatmu (Bukhori)
© Sabda Rasulullah SAW: Sesungguhnya Allah memiliki kecemburuan dan kecemburuan Allah adalah bila seorang mukmin melanggar laranganNya (Bukhori) 
© Rasul bersabda: Bila Allah benci seorang hamba, Dia menyeru para penghuni langit untuk membencinya dan kebencian itu merambat ke bumi (Muslim) 
© Rasul bersabda: Bila malaikat Allah dapati majelis zikir, ia duduk bersama, kelilingi dengan sayapnya hingga menutupi sampai ke langit (Muslim) 
© Ibnu Umar r.a.: Rasul bersabda: Seorang lelaki adalah pemelihara keluarganya dan bertanggungjawab atas semua anggota keluarganya (Bukhori dan Muslim) 
© Rasulullah SAW: Jangan mencaci orang yang telah meninggal, karena sebenarnya mereka telah sampai pada apa yang telah mereka lakukan (Bukhori) 
© Aisyah r.a.: Rasul bersabda: Bila sifat lemah lembut ada pada sesuatu maka akan menghiasinya dan bila hilang maka akan mengotorinya (Muslim) 
© Rasulullah bersabda: Siapa yang mengorek-orek keburukan saudaranya semuslim maka Allah akan mengorek-orek keburukannya (Ahmad) 
© Usamah r.a.: Rasul SAW: Aku berdiri di pintu surga, kebanyakan yang memasukinya orang-orang miskin dan yang kaya/berkedudukan tetap bertahan di luar (Bukhori dan Muslim) 
© Abu Hurairah r.a: rasul bersabda: Bila kerabatmu jahat terhadapmu, berbuat baiklah selalu kepadanya, maka Allah senantiasa menolongmu (Bukhori dan Muslim) 
© Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah Taalla indah dan suka keindahan, suka melihat kenikmatan hambaNya, benci kemelaratan (Muslim) 
© Hubungilah orang yang telah memutuskan engkau, dan berilah kebaikan kepada yang telah berbuat jahat kepada engkau, dan katakanlah (berbicaralah) dengan hak (yang sebenarnya) walaupun terhadap dirimu sendiri (Ibn Najar) 
© Bukanlah orang yang paling baik daripadamu itu yang meninggalkan dunianya karena akhiratnya, dan tidak pula yang meninggalkan akhiratnya karena dunianya, sebab dunia itu penyampaian kepada akhirat, dan janganlah kamu menjadi beban atas manusia ( Ibnu ‘Asakir) 
© Wanita beriman dilarang berkabung lebih dari 3 malam, kecuali kematian suaminya, masa berkabungnya 4 bulan 10 hari (Bukhori dan Muslim).